
Pemulung Kecil
Pagi gemerlap mulai bergerak
Beranjak menatap sinar
Udara dingin tak peduli
Memungut sisa sampah berserak
Dicarinya botol menuai hasil
Si kecil kurus tak berdaya
Pakaian kusut tak terurai
Menelusuri jalan tanpa dekapan
Beban hidup sebatang kara
Cucuran keringat tanpa lelah
Berat sampah di atas pundak
Tak peduli demi menghilangkan dahaga dan lapar
Tak ada tong dilewati
Berharap ada yang tersisa
Sungguh malang
Nasibmu Nak
Kini lama tak dijumpai
Pemulung kecil tanpa cinta
Jabatan Berkuasa
Aku sedih dengan Keadaan
Jiwa yang setengah sampah
Seolah tak punya harga diri
Manusia tak beretika itu
Merajalela hidupku
Hingga aku tutup mulut
Tak ada yang dapat kulakukan
Hukum dan tahta dalam kendali mereka
Harkatku tak dimusyawarah
Hanya didengar lalu lupakan
Inikah yang dinamakan keadilan?
Pih…
Omong kosong!
Saat pemilu
Ngomong itu, ngomong ini
Janji itu, janji ini
Tapi apa?
Kini aku dipandang butiran debu
Mantapnya tipuanmu pak…pak
Aku sebut sebagai panutan
Tapi panutan korupsi
Aku sebut sebagai bapak
Tapi bapak tak punya malu
Baju putih, jas hitam, dasi berwarna
Dipakai sang tuan
Tapi sayang
Koalisi bundar hitam dijalankan
Tangis rakyat tak diurus
Bidadariku
Sayapmu mengepak melantunkan melodi cinta
Menerpa melintasi imaji
Kaulah satu yang mendiam hati
Membahagiakan raga dengan penuh warna
Nada kata terdengar sendu
Mengarungi malam yang gelap
Beribu cerita yang indah
Tak akan pernah letih melengkapi hariku
Denganmu kurasakan tenang
Mahkota hati tak bersayap
Impian ini terasa sempurna
Terhibur akan canda tawamu
Bidadariku
Ini kali terima kasihku
Padamu sang pujaan hati.
*Ronaldus Jehatu, mahasiswa Unika St. Paulus Ruteng