Warga Bongkar Rumah Matius Demin di Wae Munting

SANO NGGOANG, Pojokbebas.com– Salah satu dari 11 rumah warga yang rusak berat terdampak bencana fenomena tanah bergerak di Kampung Wae Munting telah dibongkar, Selasa (5/4/2022) kemarin.
Warga setempat sengaja membongkar rumah itu karena kondisinya mengancam kenyamanan pemiliknya dan warga lainnya. Bahan bangunan rumah yang masih layak digunakan dikumpulkan pada tempat yang aman.
Pemilik rumah, bapak Matius Demin (56) dan istri Maria Yovita Neli (46) bersama tujuh anggota keluarganya tinggal di sebuah pondok bambu yang berada di kebun mereka. Mereka mengungsi ke kebun sejak tahun 2021 lalu karena merasa tidak nyaman tinggal di rumah berdinding papan yang nyaris roboh itu.
“Kami mengungsi ke kebun sejak rumah rusak parah tahun 2021 lalu. Kami tinggal dalam pondok beratap bambu di kebun. Tidak bisa beli sink. Kalau siang kami di sini. Malam baru kembali ke kebun”, tutur mama Maria Neli.
Suaminya mengisahkan, rumah semi permanen berdinding papan itu dibangun tahun 2007. Kondisi rumah hampir roboh terdampak bencana pergerakan tanah yang terjadi berulang kali sejak tahun 2018. Kondisi paling parah terjadi tahun 2021 dan 2022.
Fondasi bangunan terbelah. Lantai dan tembok retak mulai dari ruang tamu, kamar hingga dapur. Keseluruhan bangunan itu sudah miring dan nyaris roboh.
7 rumah lainnya kategori rusak ringan, yakni rumah permanen ukuran 7×9 meter milik Wilhelmus Gostram, rumah permanen ukuran 6×8 meter milik Kristoforus Mantat, rumah permanen ukuran 4×7 meter milik seorang mama Sisi Dawas (80), rumah semi permanen ukuran 6×8 milik Daniel Derin, rumah semi permanen ukuran 6×6 meter milik Viktor Bitrudis, rumah permanen ukuran 6×9 meter milik Karolus Kembung dan rumah berlantai semen ukuran 6×6 meter milik Mikael Agung di Kampung Dange, RT 005.
Sabtu (2/4/2022) kemarin, Penjabat Kepala Desa Nampar Macing (Desa induk), Robertus Mans menggelar pertemuan dengan para korban terdampak dan warga lainnya yang terancam fenomema tanah bergerak di Kampung Wae Munting.
Hasil pertemuan itu menyepakati beberapa hal. Pertama, warga terdampak sepakat untuk mengungsi ke rumah tetangga/keluarga di Kampung Wae Munting.
Kedua, 4 KK dari total 11 KK terdampak yang diprioritaskan mengungsi, yakni bapak Matius Demin, Simplisius Jempo, Benyamin Nene Haefeto dan Kosmas Mandang. 4 KK tersebut mengungsi karena rumah mereka rusak berat akibat bencana.
Matius Demin bersama 7 anggota keluarga mengungsi ke kebunnya sekitar Kampung Wae Munting. Benyamin Nene Haefeto (3 anggota keluarga) mengungsi ke rumah bapak Edifersius Ferdi. Simplisius Jempo (4 anggota keluarga) mengungsi ke rumah bapak Yohanes Sehadun. Kosmas Mandang (3 anggota keluarga) mengungsi ke rumah bapak Kristianus Kaseng.
Ketiga, 51 KK lainnya diingatkan agar selalu waspada saat terjadi hujan. Peringatan dini terus diumumkan untuk meminimalisir kerentanan dan resiko.
Keempat, distribusi bantuan sosial dari Kemensos akan segera diumumkan lebih lanjut ketika bantuan itu sudah tiba di Desa Nampar Macing.

Bencana Daerah
Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi, SE menegaskan, bencana tersebut telah berdampak psikologis, kerugian harta benda masyarakat, kerusakan prasarana dan sarana umum serta gangguan terhadap fungsi pelayanan umum.
Berdasarkan kenyataan tersebut Bupati Manggarai Barat menyatakan bahwa bencana di Wae Munting dalam keadaan bahaya/bencana dan menjadi bencana daerah. Untuk itu perlu dilakukan penanganan atau tanggap darurat guna mengurangi dampak yang lebih besar.
Penetapan status bencana di Kampung Wae Munting menjadi bencana Daerah tertuang dalam surat pernyataan Bupati Edi Endi Nomor: BPBD.360/220/III/2022 tanggal 24 Maret 2022.
“Terkait dengan peristiwa bencana yang terjadi di Wae Munting, pemerintah harus bertanggungjawab karena itu tugas pemerintah. Rakyat yang menderita karena bencana itu jangan dibiarkan terlantar. Maka pemerintah harus sigap”, tegas Bupati Edi Endi saat diwawancara Wartawan, Senin (4/4/2022). (Robert Perkasa)