Po*, Lebih Hebat dari “Bang Lawo”

Oleh : Bernadinus Steni (Penggiat Standar Berkelanjutan)

 BANYAK aktor dalam ekosistem yang tidak mendapatkan penghargaan sesungguhnya. Mitos yang penuh prasangka membayangi keberadaan mereka. Sebagian kerap dianggap tabu, bahkan cenderung dipandang musuh. Po atau burung hantu adalah salah satu yang menderita tuduhan hoax itu. Tidak saja di Flores, di banyak suku Po benar-benar ditakuti.

Demikianlah. Saat malam makin gelap, apalagi janji listrik tinggal kenangan kampanye politik, tiba-tiba Po berbunyi galak. Langkah kaki ke pintu jadi urung. Tadinya mau buang air. Memang repot kebanyakan makan di kampung yang bermodalkan petromaks.

Serba salah. Apalagi saat musim penti,** diundang makan kenyang di tiap rumah, bikin panggilan alam menggeruduk pas tengah malam. Bunyi Po demikian menyalak. “Po…Po…Po…!” Dia bertalu-talu dari rumpun kopi dan pohon-pohon rindang. Malam tanpa bulan makin pekat, bikin hati bergidik.

Itulah Po. Sarat mitos, hingga bunyinya yang lantang laiknya sirena duka. Lebih dari Teingkotoe yang membawa kabar (lihat tulisan sebelumnya), kehadiran Po bahkan lebih horor. Ia tidak hanya ghoib yang lewat tapi Poti (hantu) itu sendiri. Karenanya, kerap kali bunyi Po adalah seranta suara hantu “Po..Po…Po..Poti..Po..”. Entah benar atau tidak, hanya Po yang tahu.

Berita Terkait
Tinggalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan ditampilkan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. AcceptRead More